Laman

Selasa, 06 Maret 2012

DIMENSI LAIN DALAM MATERI

DIMENSI LAIN DALAM MATERI Manusia telah dibiasakan sejak awal kehidupannya untuk memandang dunia tempat ia hidup memiliki wujud materi yang absolut. Sehingga ia tumbuh dewasa di bawah pengaruh pengondisian ini dan menjalani seluruh hidupnya dengan cara pandang ini. Namun penemuan ilmu pengetahuan modern memperlihatkan kenyataan penting yang sama sekali berbeda dengan anggapan umum. Semua informasi yang kita punyai tentang dunia luar, sampai kepada kita memlalui panca indera kita. Dunia yang kita pahami terdiri atas apa yang dilihat mata, didengar telinga, dicium hidung, dirasakan lidah, dan disentuh oleh tangan kita. Manusia bergantung hanya pada kelima indra tersebut sejak lahir. Itulah sebabnya mengapa ia mengetahui dunia luar hanya sebatas apa yang diberikan melalui indra ini. Penelitian ilmiah tentang indra kita telah mengungkapkan kenyataan yang sangat berbeda tentang apa yang kita sebut dengan dunia luar. Dan kenyataan ini telah membongkar rahasia sangat penting tentang hakikat materi, yang menyusun dunia luar tersebut. Pemikir abad ini, Frederick Vester, menjelaskan pencapaian ilmu pengetahuan pada bidang ini. Pernyataan sejumlah ilmuwan bahwa ‘manusia adalah gmbar, segala yang dirasakan bersifat sementara dan tipuan, dan alam semesta hanyalah sebuah bayangan’, tampak dibuktikan oleh ilmu pengetahuan di zaman kita. (Frederick Vester, Denken, Lernen, Vergessen, vga, 1978, p.6) Agar lebih memahami rahasia di balik materi ini, marilah kita pahami kembali indra penglihatan yang memberikan kita0 informasi paling banyak tentang dunia luar. Bagaimana kita dapat melihat? Proses melihat terjadi secara bertahap. Pada saat melihat, kumpulan cahaya yang disebut foton bergerak dari benda menuju mata dan menembus lensa mata di mana foton ini dibelokkan dan difokuskan ke retina, di belakang mata. Di sini, cahaya diubah menjadi sinyal-sinyal listrik dan kemudian diteruskan oleh sel-sel syaraf ke pusat penglihatan di bagian belakang otak. Proses melihat sesungguhnya terjadi di pusat tersebut yang berada di otak. Semua pemandangan yang kita saksikan dalam kehidupan dan semua peristiwa yang kita alami, sebenarnya kita rasakan di tempat yang kecil dan gelap ini. Tulisan yang kini sedang Anda baca dan pemandangan luas tanpa batas yang Anda lihat di ufuk, keduanya masuk ke dalam tempat kecil berukuran beberapa sentimeter kubik ini. Sekarang, marilah kita cermati kembali informasi ini dengan lebih seksama. Ketika kita berkata, “kita melihat”, sesungguhnya kita hanya melihat ‘efek’ yang ditimbulkan pada otak kita oleh cahaya yang sampai pada mata degnan mengubahnya menjadi sinyal listrik. Ketika kita berkata, “kita melihat”, kita sebenarnya menyaksikan sinyal-sinyal listrik pada otak kita. Di samping itu, ada hal lain yang perlu diingat, otak tertutup rapat dari masuknya cahaya dan bagian dalamnya gelap gulita. Oleh karenanya ia tak mungkin akan pernah berhubungan dengan cahaya. Kita dapat menjelaskan hal ini dengan sebuah contoh. Di hadapan kita ada sebuah lilin menyala dan kita melihat cahaya lilin ini. Selama kita melihat cahaya lilin, bagian dalam tengkorak dan otak kita sama sekali gelap, lilin tidak pernah menerangi otak maupun pusat penglihatan kita. Namun kita melihat dunia berwarna-warni dan terang-benderang dalam otak kita yang gelap. Hal yang sama terjadi pula pada semua indra kita yang lain. Suara, sentuhan, rasa dan bau, semuanya dirasakan di dalam otak sebagai sinyal-sinyal listrik. Jadi, otak kita sepanjang hidup tidak berhubungan langsung dengan materi sesungguhnya yang ada di luar kita, melainkan sekedar tiruan berupa sinyal listrik dari materi tersebut yang terbentuk dalam otak kita. Di sinilah kita tertipu ketika menganggap tiruan ini sebagai materi sesungguhnya di luar kita. Kenyataan ini mengantarkan kita pada kesimpulan yang tak perlu diperdebatkan lagi. Semua yang kita lihat, sentuh, dengar, dan rasakan sebagai materi, dunia atau alam semesta hanyalah sinyal-sinyal listrik dalam otak kita. Sebagai contoh, kita melihat seekor burung di dunia luar. Nyatanya, burung ini bukanlah di dunia luar, tetapi di dalam otak kita. Partikel-partikel cahaya yang dipantulkan burung mengenai mata kita dan kemudian diubah menjadi sinyal-sinyal listrik. Sinyal-sinyal listrik ini diteruskan oleh neuron-neuron ke pusat penglihatan di otak. Burung yang kita lihat, sesungguhnya adalah sinyal-sinyal listrik dalam otak kita. Jika syaraf-syaraf penglihatan yang terhubung ke otak diputus, penampakan burung tersebut akan segera lenyap. Dengan cara yang sama, suara burung yang kita dengar juga ada dalam otak kita. Jika syaraf yang menghubungkan telinga ke otak diputus, maka tidak akan ada suara yang terdengar. Singkatnya, burung yang kita lihat dan suaranya yang kita dengarkan tidaklah lebih dari penafsiran sinyal-sinyal listrik oleh otak. Hal lain yang perlu dicermati ialah perasaan tentang jarak. Misalnya, jarak antara Anda dan tulisan ini, tidak lebih dari perasaan tentang ukuran ruang yang terbentuk dalam otak Anda. Juga, benda-benda yang terlihat sangat jauh dalam pandangan seseorang ternyata adalah sejumlah bayangan yang terkumpul pada satu titik dalam otak. Ketika sedang menonton film, Anda sebenarnya tidak berada di dalam ruangan sebagaimana yang Anda yakini. Sebaliknya, ruangan tersebut berada dalam diri Anda. Penglihatan terhadap tubuh membuat Anda berpikir berada di dalamnya. Namun harus diingat bahwa tubuh Anda pun adalah gambar yang terbentuk dalam otak. Harun Yahya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar