Kamis, 08 Maret 2012
AKU CERMIN, ENGKAULAH
AKU CERMIN, ENGKAULAH
submitted by : Miftachul Arifin
sumber : NULL
Suhrawardi, sufi yang dikenal sebagai Syaikh
al-Isyraq dan mati terbunuh oleh penguasa zalim,
pernah membuat perumpamaan tentang cermin dan
matahari.Ketika cermin dihadapkan kepada matahari
maka sinar matahari akan diserap oleh cermin itu dan
dipantulkannya kembali. Andaikan cermin mampu
melihat ke dalam dirinya, ia akan terkejut dan
mengira bahwa dirinyalah matahari itu karena betapa
kuatnya cahaya mentari tersebut.
Manusia dalam cerita Suhrawardi di atas digambarkan
sebagai cermin sedangkan Allah diumpamakan sebagai
matahari. Ketika manusia mampu mensucikan dirinya
dan membersihkannya sedemikian rupa, maka ia layak
diserupakan dengan cermin. Ketika ia menjumpai
"tanda-tanda kekuasaan ilahi", ia menerima cahaya
ilahi yang dipancarkan sedemikian kuatnya ke dalam
dirinya. Ia serap cahaya ilahi itu lalu ia pantulkan
kembali.
Manakala kita mampu menyerap dan memantulkan kembali
cahaya ilahi itu, hidup kita akan terus diterangi
oleh cahaya ilahi. Orang yang sudah mencapai tahap
itu akan menebarkan berkah pada setiap sudut yang
menerima pantulan cahaya ilahi dari "cermin"-nya. Ia
mampu sebarkan rahmat disekelilingnya.
Nabi Muhammad adalah contoh terbaik dari perumpamaan
di atas. Cahaya ilahi yang diserap Nabi Muhammad SAW
dipantulkannya ke seluruh alam semesta. Oleh karena
itu, kehadiran Nabi Muhammad mampu menebarkan rahmat
ke seluruh alam semesta (rahmatan lil 'alamin).
Perhatikan orang disekeliling kita. Bukankah ada
orang yang bila kita pandang wajahnya, keteduhan dan
kedamaian-lah yang kita peroleh. Ketika kita
mendegar suaranya, kita bagaikan mendengar "nyanyian
dari surga"; indah dan menyejukkan. Ketika ia
memandang kita, sorot matanya mampu memecahkan
kegalauan di hati kita.Ketika ia tersenyum seakan
dunia ini begitu indah untuk didiami. Pendek kata,
kehadiran orang tersebut telah membawa berkah untuk
lingkungan sekitarnya.
Sebaliknya, pernahkah kita menjumpai seseorang yang
meskipun tampan ataupun cantik, namun mata enggan
berlama-lama menatapnya. Ketika ia bicara, meskipun
dengan retorika yang luar biasa memikatnya, kita
bisa merasakan bahwa ia sebenarnya sedang membual.
Ketika ia tersenyum, kita melihat ada seberkas
kepalsuan dibalik senyum itu. Setiap ia datang di
suatu tempat, ia sebarkan kerusakan dan kekacauan.
Ia masuk organisasi, tak lama kemudian organisasi
itu mengalami konflik. Ia bertamu ke satu rumah, tak
lama setelah ia pergi, rumah tangga itu menjadi
berantakan. Ia menjadi pengurus masjid, namun
alih-alih masjid menjadi tempat beribadah, berkat
kehadirannya, masjid menjadi tempat bergossip ria.
Pendek kata, kemana ia melangkah, berkah dan rahmat
menjauh darinya.
Orang pertama adalah mereka yang mampu membersihkan
cermin hatinya sehingga mampu menyerap cahaya ilahi.
Sebaliknya, orang yang kedua tak pernah mensucikan
cermin hatinya. Cerminnya kusam dan gelap; tertutup
oleh debu dan kotoran. Walaupun ia menjumpai banyak
tanda-tanda kekuasaan Allah di bumi ini, cermin
hatinya tetap tak mampu menyerap cahaya ilahi
apalagi memantulkannya.
Bulan Ramadhan merupakan salah satu media bagi kita
untuk mensucikan cermin hati kita. Pada bulan yang
suci ini mari kita bersihkan debu dan kotoran serta
penyakit yang menutupi cermin hati kita. Selain
banyak membaca Qur'an, shalat malam dan bersedekah,
apalagi yang harus kita lakukan untuk membasuh dan
membersihkan cermin kita?
Abu Sa'id Abu al-Khair, sufi besar abad 10 dan 11
dari Maihana, menasehati muridnya: "Selama egomu
menyertaimu, engkau tak akan mengenal Allah, sebab,
ego tidak menyukai manusia sempurna (insan
al-kamil)"
Ego itulah yang harus kita tundukkan agar kita mampu
menyerap cahaya ilahi. Bukankah demi menundukkan ego
kita mampu tidak makan dan minum di siang hari.
Bukankah ketika kita tak datangi isteri kita di
siang hari itu juga demi menundukkan hawa nafsu
kita. Bukankah demi menundukkan ke-aku-an kita mampu
untuk menjaga lidah dan tangan kita dari perbuatan
tercela selama satu bulan penuh.
Nanti di penghujung Ramadhan, setelah kita tundukkan
ego kita, cermin kita akan mampu menyerap cahaya
ilahi dan memantulkannya ke seluruh penjuru. Dan
seperti kisah Suhrawardi di atas, andaikan kita
mampu melihat ke dalam diri kita, kita akan terkejut
mendapati kuatnya cahaya ilahi itu, insya Allah!
Komponent dasar jasad manusia adalah hati, segala
amal perbuatan manusia tergantung pada niatnya dan
niat itu ada dalam hati.
Allah menuntun kita dengan firmanNYA :
Dan tentramkanlah hatimu dengan mengingat Allah,
sesungguhnya dengan mengingat Allah hatimu tentram.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar